Imam Al-Hasan Al-Bashri menekankan kepada orang tua untuk secara selektif memilih calon menantu laki-laki. Ia mengingatkan agar orang tua memperhatikan ketakwaan calon tersebut. Ketakwaan yang dimaksud bukan hanya dalam konteks kesalehan individu melalui ibadah formal, tetapi juga mencakup kesalehan sosial dalam kehidupan rumah tangga.
وقال رجل للحسن قد خطب ابنتي جماعة فمن أزوجها قال ممن يتقي الله فإن أحبها أكرمها وإن أبغضها لم يظلمها
“Seseorang bertanya kepada Imam Al-Hasan Al-Bashri, ‘Beberapa pemuda melamar anak perempuanku? Dengan siapa baiknya kunikahkan dia?’ Imam Al-Hasan menjawab, ‘(Nikahkanlah anakmu) dengan pemuda yang bertakwa kepada Allah, yang kelak jika hatinya sedang senang ia akan menghormati anakmu; dan jika sedang marah ia tidak akan menzaliminya.’” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2015 M], juz II, halaman 48).
Imam Az-Zabidi dalam penjelasannya menekankan bahwa wali dari anak perempuan harus mempertimbangkan beberapa aspek penting terkait calon suami. Aspek-aspek ini penting untuk memastikan masa depan rumah tangga anak perempuannya.
قوله (ويجب على الولي أيضا) أي ولي المخطوبة (أن يراعي خصال الزوج ولينظر لكريمته) وهي المخطوبة (فلا يزوجها ممن ساء خلقه أو خلقه) الأولى بالضم والثانية بالفتح (أو ضعف دينه) أي بأن يكون متهاونا بأموره (أو قصر عن القيام بحقها) أي المرأة (أو كان لا يكافئها في نسبها)
“(Seorang wali) wali perempuan (wajib menjaga dan memperhatikan calon suami bagi anak perempuannya) yang akan dilamar. (Jangan ia menikahkan anaknya dengan pemuda yang buruk akhlak dan fisiknya), yang pertama dengan kha dhammah dan kedua dengan kha fathah, (atau lemah agamanya), yaitu meremehkan masalah agama, (atau lalai menjalankan kewajiban terhadapnya) terhadap istrinya, (atau orang yang tidak sekufu),” (Imam Az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarhi Ihya Ulumiddin, [Beirut, Muassastut Tarikh Al-Arabi: 1994 M/1414 H], juz V, halaman 349).
Ia mengatakan bahwa wali perempuan harus menjaga dan memperhatikan calon suami yang akan melamar. Jangan sampai menikahkan anaknya dengan pria yang memiliki akhlak buruk atau lemah dalam menjalankan agama, serta tidak memenuhi hak-hak istrinya.
Imam Al-Ghazali juga mengingatkan agar orang tua berhati-hati dalam memilih calon menantu. Mereka harus memastikan bahwa calon tersebut tidak zalim, fasik, atau terlibat dalam praktik bid’ah dan minuman keras.
Memilih menantu tidak hanya tentang kesalehan individu, tetapi juga tentang akhlak, integritas, dan kesalehan sosial. Sehingga ketika merasa bahagia, ia tidak melampaui batas, dan ketika marah, ia tidak memperlakukan istri dan anaknya secara zalim. Wallahu a’lam.